Belajar - Dari - Plat - Kaca, Tanya - Kenapa?

9:43 PM Ahid Arrusmani 0 Comments

(Sebuah Serpihan Hikmah dari Medan Tawuran)

“Bahkan sebilah plat kaca pun tahu kapan masanya untuk menata molekul-molekulnya dalam keadaan stabil dan tahu kapan masanya untuk meregang kuat dan pecah membentuk serpihan kaca kecil yang sangat teratur”
Tawuran!!, siapa yang tidak kenal dengan aktivitas anarkis tersebut, semua orang tentu familiar dengan benda satu ini, terlebih dengan dampak yang diakibatkan oleh nya. Tidak hanya popular di negeri ini, bahkan diseluruh belahan bumi manapun akan sepakat dalam mengartikan aktivitas ekstrim ini dengan satu kata yang sama, “tawuran”. Seorang muslim yang enggan berfikir pun sudah barang tentu menyadari bahwa sangat sedikit sekali manfaat yang terdapat dari “aktivitas” ekstrim tersebut, alih-alih keuntungan yang didapat, kemudzaratannya akan jauh lebih besar dibanding manfaatnya. Lantas bagaimana dengan kita yang notabenenya sebagai muslim yang mau berfikir dalam menyikapi fenomena seperti itu? barangkali akan terbesit suatu hikmah kecil dalam fikiran kita. Mari kita renungkan sejenak betapa uniknya sebilah kaca berbicara tentang buruk nya tawuran itu.

·         Molekul-Molekul Kaca yang Pandai : lebih pandai dari pada pelaku anarkisme
Kaca (yang penulis maksudkan adalah kaca mobil), sesungguhnya tak jauh berbeda dengan sebuah roti lapis, dengan kaca yang diasumsikan sebagai sepasang roti yang tengahnya diisi dengan sejenis plastic bening elastik. Ketika sebongkah batu entah berasal dari medan tawuran atau tidak mengenai kaca depan mobil, sebagian kepingan akan tetap melekat pada plastik alih-alih terbang kemana-mana. Tapi, mengapa kaca tersebut pecah menjadi keping-keping yang sangat kecil dan terkesan rapi (tidak berhamburan), bukannya menjadi beberapa potongan lebar seperti ketika kita memecahkan sehelai kaca biasa adalah sebuah masalah lain. Sudah barang tentu kaca depan mobil harus lebih kuat dari pada kaca biasa.
Dalam bahasa kimia, ketika kaca masih bertemperatur tinggi sehabis dibentuk, permukaannya dan hanya permukaanya didinginkan secara mendadak. Perlakuan ini secara otomatis akan mengunci struktur molekuler kaca bertemperatur tinggi, yang memiliki struktur lebih luas dari pada struktur kaca pada temperature ruang. Ketika seluruh lembaran selanjutnya dibiarkan menjadi dingin pelan-pelan hingga temperatur kamar, bagian permukaan kaca akan mempertahankan struktur temperatur tinggi yang pernah terbentuk pada proses sebelumnya, sedangkan pada bagian dalam nya akan mengerut kembali ke dalam struktur kamar yang lebih kencang. Alhasil pada kaca tersebut terdapat perpaduan antara gaya tarik dan gaya tekan (tension dan compression) yang telah terkunci kuat-kuat di dalam kaca, hal ini tak ubahnya seperti hal nya ketika kita mengikat sebuah benda dengan kuat sehingga seluruh struktur benda tersebut menjadi kaku.
Disisi lain energi yang tertahan pada proses sebelumnya akan terlepas secara mendadak ketika kaca itu pecah. Akibat dari energi tersebut, pecahan disatu titik akan dengan cepat merambat seperti halnya sebuah reaksi berantai ke seluruh permukaan kaca yang semula regang. Oleh karena ketegangan kaca merata diseluruh permukaan, maka retak atau pecah pun akan cenderung menyebar di seluruh permukaan dengan bentuk seperti taburan kerikil yang rapi (tidak berhamburan). Kemampuan kaca yang unik ini tidak serta merta berjalan dengan sendirinya, tentunya terdapat dzat yang maha mengendalikan yang telah mengatur semua poses kehidupan berjalan sesuai dengan irama yang diinginkanNya.
Lalu bagaimana bisa molekul-molekul kaca ini yang secara logis nya tidak mempunyai otak untuk berfikir  jauh lebih pintar dari pada tumpukan miliaran molekul karbon yang membentuk organisme super pintar yang lazimnya kita sebut “manusia”? Bagaimana tidak kalau bukan begitu jika sekumpulan molekul kaca yang tidak tahu bagaimana aturan baris-berbaris dapat berjajar dengan sendirinya, ia tahu kapan harus meregang pada saat suhu tinggi sembari tetap mempertahankan kesatuan barisan mereka, ia tahu kapan harus terpecah dengan pecahan teratur (tidak berhamburan) saat lemparan batu mengenainya. Sedangkan disisi lain terdapat molekul-molekul karbon yang kita sebut manusia lari kesana kemari, mengadakan perusakan dimuka bumi, melakukan anarkisme di sana sini, tidak kah hal itu lazim kita sebut kebodohan? Tidak kah Allah SWT membenci anarkisme di muka bumi ini?
Mari kita bebaskan fikiran kita sejenak, seandainya kaca-kaca tersebut hidup dan dapat berbicara, sudah barang tentu mereka akan meneriakkan firman Allah:



الۡفَسَادَ وَاِذَا تَوَلّٰى سَعٰى فِى الۡاَرۡضِ لِيُفۡسِدَ فِيۡهَا وَيُهۡلِكَ  الۡحَـرۡثَ ؕوَالنَّسۡلَ وَاللّٰهُ لَا يُحِبُّ
Dan apabila ia berpaling (dari kamu), ia berjalan di bumi untuk mengadakan kerusakan padanya, dan merusak tanam-tanaman dan binatang ternak, dan Allah tidak menyukai kebinasaan.( QS. Al-Baqarah[2]: ayat 205)
Terlepas dari ketidak logisan tindakan mereka (molekul kaca yang berteriak kesana kemari), hal tersebut akan membawa kita kembali pada satu poin yang sama bahwa sungguh Allah SWT benar-benar tidak menyukai aksi perusakan di muka bumi ini, sudah sepatutnya kita (sekumpulan molekul karbon yang super pintar) seharusnya dapat lebih mengedepankan akal sehat kita sebelum melakukan tindakan-tindakan yang menurut akal sehat sangat lah tidak berguna. Alangkah baiknya jika kita bisa mengambil pelajaran dari karakteristik molekul-molekul kaca tersebut, walau dalam kasus ekstrim nya terkena suhu yang cukup tinggi, mereka masih tetap bisa membendung “emosi” untuk tidak pecah berhamburan, justru mereka tetap mampu mempertahankan kesatuan dan persatuan antar molekul, lantas, kenapa kita tidak??

·         Mengapa Begitu? 
Sepintas terdengar sedikit konyol pertanyaan tersebut, akan tetapi bila ditelaah lebih lanjut, sesungguhnya itu adalah pertanyaan yang paling mendalam di dunia ilmu pengetahuan. Sebilah kaca yang terpecah tidak akan mampu kembali utuh dengan sendirinya, kerusakan dalam medan tawuran tidak akan kembali rapi dengan sendirinya, bahkan dalam kasus ekstrimnya hati yang terluka tidak akan mampu kembali lagi seperti sedia kala. Meskipun demikian, jawabnya cukup sederhana, bahwa di mana pun di alam semesta ini terdapat keseimbangan antara dua kualitas mendasar: energy, hal yang sering kita jumpai dan sangat akrab dengan kehidupan kita dan entropi, sebuah istilah gagah-gagahan orang eksak yang dapat kita fahami dengan ketidakteraturan, yang mana kedua hal tersebut (dalam pandangan orang eksak) menjelaskan sesuatu dapat terjadi dan tidak terjadi. Singkat kata, kita tidak akan mampu memutar kembali waktu.
Akhir kata, penulis hanya dapat mengajak para pembaca yang budiman untuk selalu bertafakkur dan mengambil hikmah yang tersisip dari segala hasil kreasi Allah swt di muka bumi ini. Tidak ada segala peristiwa terjadi secara sia-sia, semua terselip hikmah di belakang nya. Tidak ada peristiwa baik maupun buruk yang dapat berputar kembali pada keadaan semulanya, semua terus berjalan maju hingga meninggalkan penyesalan. Konon Archimedes seorang ilmuan mekanika mengatakan: “Beri aku sebuah tuas yang cukup panjang dan sebuah tempat untuk berpijak, maka aku akan memindahkan dunia”. Andai saja beliau sudah tahu soal entropi dan kue donat, beliau mungkin akan menambahkan, “Beri aku energy yang cukup memadai, maka aku akan menata kembali dunia ini serapi sebuah donat”. 



You Might Also Like

0 comments:

Please fiil your comments here with polite words