Belajar - Dari - Plat - Kaca, Tanya - Kenapa?
“Bahkan
sebilah plat kaca pun tahu kapan masanya untuk menata molekul-molekulnya dalam
keadaan stabil dan tahu kapan masanya untuk meregang kuat dan pecah membentuk
serpihan kaca kecil yang sangat teratur”
Tawuran!!,
siapa yang tidak kenal dengan aktivitas anarkis tersebut, semua orang tentu
familiar dengan benda satu ini, terlebih dengan dampak yang diakibatkan oleh nya.
Tidak hanya popular di negeri ini, bahkan diseluruh belahan bumi manapun akan
sepakat dalam mengartikan aktivitas ekstrim ini dengan satu kata yang sama,
“tawuran”. Seorang muslim yang enggan berfikir pun sudah barang tentu menyadari
bahwa sangat sedikit sekali manfaat yang terdapat dari “aktivitas” ekstrim
tersebut, alih-alih keuntungan yang didapat, kemudzaratannya akan jauh lebih
besar dibanding manfaatnya. Lantas bagaimana dengan kita yang notabenenya
sebagai muslim yang mau berfikir dalam menyikapi fenomena seperti itu?
barangkali akan terbesit suatu hikmah kecil dalam fikiran kita. Mari kita
renungkan sejenak betapa uniknya sebilah kaca berbicara tentang buruk nya
tawuran itu.
·
Molekul-Molekul
Kaca yang Pandai : lebih pandai dari pada pelaku anarkisme
Kaca
(yang penulis maksudkan adalah kaca mobil), sesungguhnya tak jauh berbeda
dengan sebuah roti lapis, dengan kaca yang diasumsikan sebagai sepasang roti
yang tengahnya diisi dengan sejenis plastic bening elastik. Ketika sebongkah
batu entah berasal dari medan tawuran atau tidak mengenai kaca depan mobil,
sebagian kepingan akan tetap melekat pada plastik alih-alih terbang
kemana-mana. Tapi, mengapa kaca tersebut pecah menjadi keping-keping yang
sangat kecil dan terkesan rapi (tidak berhamburan), bukannya menjadi beberapa
potongan lebar seperti ketika kita memecahkan sehelai kaca biasa adalah sebuah
masalah lain. Sudah barang tentu kaca depan mobil harus lebih kuat dari pada
kaca biasa.
Dalam
bahasa kimia, ketika kaca masih bertemperatur tinggi sehabis dibentuk, permukaannya
dan hanya permukaanya didinginkan secara mendadak. Perlakuan ini secara
otomatis akan mengunci struktur molekuler kaca bertemperatur tinggi, yang
memiliki struktur lebih luas dari pada struktur kaca pada temperature ruang.
Ketika seluruh lembaran selanjutnya dibiarkan menjadi dingin pelan-pelan hingga
temperatur kamar, bagian permukaan kaca akan mempertahankan struktur temperatur
tinggi yang pernah terbentuk pada proses sebelumnya, sedangkan pada bagian
dalam nya akan mengerut kembali ke dalam struktur kamar yang lebih kencang. Alhasil
pada kaca tersebut terdapat perpaduan antara gaya tarik dan gaya tekan (tension dan compression) yang telah terkunci kuat-kuat di dalam kaca, hal ini
tak ubahnya seperti hal nya ketika kita mengikat sebuah benda dengan kuat
sehingga seluruh struktur benda tersebut menjadi kaku.
Disisi
lain energi yang tertahan pada proses sebelumnya akan terlepas secara mendadak
ketika kaca itu pecah. Akibat dari energi tersebut, pecahan disatu titik akan
dengan cepat merambat seperti halnya sebuah reaksi berantai ke seluruh
permukaan kaca yang semula regang. Oleh karena ketegangan kaca merata diseluruh
permukaan, maka retak atau pecah pun akan cenderung menyebar di seluruh
permukaan dengan bentuk seperti taburan kerikil yang rapi (tidak berhamburan).
Kemampuan kaca yang unik ini tidak serta merta berjalan dengan sendirinya,
tentunya terdapat dzat yang maha mengendalikan yang telah mengatur semua poses
kehidupan berjalan sesuai dengan irama yang diinginkanNya.
Lalu
bagaimana bisa molekul-molekul kaca ini yang secara logis nya tidak mempunyai
otak untuk berfikir jauh lebih pintar dari pada tumpukan miliaran molekul karbon
yang membentuk organisme super pintar yang lazimnya kita sebut “manusia”?
Bagaimana tidak kalau bukan begitu jika sekumpulan molekul kaca yang tidak tahu
bagaimana aturan baris-berbaris dapat berjajar dengan sendirinya, ia tahu kapan
harus meregang pada saat suhu tinggi sembari tetap mempertahankan kesatuan
barisan mereka, ia tahu kapan harus terpecah dengan pecahan teratur (tidak
berhamburan) saat lemparan batu mengenainya. Sedangkan disisi lain terdapat
molekul-molekul karbon yang kita sebut manusia
lari kesana kemari, mengadakan perusakan dimuka bumi, melakukan anarkisme di
sana sini, tidak kah hal itu lazim kita sebut kebodohan? Tidak kah Allah SWT
membenci anarkisme di muka bumi ini?
Mari
kita bebaskan fikiran kita sejenak, seandainya kaca-kaca tersebut hidup dan
dapat berbicara, sudah barang tentu mereka akan meneriakkan firman Allah:
الۡفَسَادَ وَاِذَا تَوَلّٰى سَعٰى فِى الۡاَرۡضِ لِيُفۡسِدَ فِيۡهَا وَيُهۡلِكَ الۡحَـرۡثَ ؕوَالنَّسۡلَ وَاللّٰهُ لَا يُحِبُّ
Dan
apabila ia berpaling (dari kamu), ia berjalan di bumi untuk mengadakan
kerusakan padanya, dan merusak tanam-tanaman dan binatang ternak, dan Allah tidak
menyukai kebinasaan.( QS. Al-Baqarah[2]: ayat 205)
Terlepas dari ketidak
logisan tindakan mereka (molekul kaca yang berteriak kesana kemari), hal
tersebut akan membawa kita kembali pada satu poin yang sama bahwa sungguh Allah
SWT benar-benar tidak menyukai aksi perusakan di muka bumi ini, sudah sepatutnya
kita (sekumpulan molekul karbon yang super pintar) seharusnya dapat lebih
mengedepankan akal sehat kita sebelum melakukan tindakan-tindakan yang menurut
akal sehat sangat lah tidak berguna. Alangkah baiknya jika kita bisa mengambil
pelajaran dari karakteristik molekul-molekul kaca tersebut, walau dalam kasus
ekstrim nya terkena suhu yang cukup tinggi, mereka masih tetap bisa membendung
“emosi” untuk tidak pecah
berhamburan, justru mereka tetap mampu mempertahankan kesatuan dan persatuan
antar molekul, lantas, kenapa kita tidak??
·
Mengapa
Begitu?
Sepintas
terdengar sedikit konyol pertanyaan tersebut, akan tetapi bila ditelaah lebih
lanjut, sesungguhnya itu adalah pertanyaan yang paling mendalam di dunia ilmu
pengetahuan. Sebilah kaca yang terpecah tidak akan mampu kembali utuh dengan
sendirinya, kerusakan dalam medan tawuran tidak akan kembali rapi dengan sendirinya,
bahkan dalam kasus ekstrimnya hati yang terluka tidak akan mampu kembali lagi
seperti sedia kala. Meskipun demikian, jawabnya cukup sederhana, bahwa di mana
pun di alam semesta ini terdapat keseimbangan antara dua kualitas mendasar: energy, hal yang sering kita jumpai dan
sangat akrab dengan kehidupan kita dan entropi,
sebuah istilah gagah-gagahan orang
eksak yang dapat kita fahami dengan ketidakteraturan,
yang mana kedua hal tersebut (dalam pandangan orang eksak) menjelaskan sesuatu
dapat terjadi dan tidak terjadi. Singkat kata, kita tidak akan mampu memutar
kembali waktu.
Akhir
kata, penulis hanya dapat mengajak para pembaca yang budiman untuk selalu bertafakkur dan mengambil hikmah yang
tersisip dari segala hasil kreasi Allah swt di muka bumi ini. Tidak ada segala
peristiwa terjadi secara sia-sia, semua terselip hikmah di belakang nya. Tidak
ada peristiwa baik maupun buruk yang dapat berputar kembali pada keadaan
semulanya, semua terus berjalan maju hingga meninggalkan penyesalan. Konon Archimedes seorang ilmuan mekanika
mengatakan: “Beri aku sebuah tuas yang
cukup panjang dan sebuah tempat untuk berpijak, maka aku akan memindahkan
dunia”. Andai saja beliau sudah tahu soal entropi dan kue donat, beliau
mungkin akan menambahkan, “Beri aku
energy yang cukup memadai, maka aku akan menata kembali dunia ini serapi sebuah
donat”.
0 comments:
Please fiil your comments here with polite words